Rabu, 30 Agustus 2017

Sejarah Keucamatan Meureubo - Aceh Barat

Meureubo adalah kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan Kaway XVI, Meureubo pada masa kerajaan adalah kehubungan yang terdiri sendiri. Kecamatan ini berada pada posisi antara Bukit Barisan dan Samudera Hindia yang memiliki luas wilayah  + 13.000 km yang terdiri dari kawasan pantai, dataran rendah dan dataran tinggi, yang terbatas, Barat dengan Kecamatan Johan Pahlawan, Timur dengan Kecamatan Kuala Pesisir / Kuala Nagan Raya, Utara dengan Kecamatan Kaway XVI, Selatan berbeasan dengan Samudra Hindia.

Wilayah Kecamatan Meureubo terbentuk dari pemekaran Kecamatan Kaway XVI. Awalnya Kaway XVI  terdiri dari 113 gampong dimana wilayahnya cukup luas, antara lain meliputi wilayah pesisir sampai dengan wilayah pegunungan. Wilayah pesisir dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan Meureubo yang terdiri dari 2 (dua) kemukiman dan 26 (dua puluh enam) gampong.  Sedangkan wilayah pergunungan dimekarkan menjadi Kecamatan Pante Ceureumen dan Kecamatan Panton Reu.

Kecamatan Meureubo terbentuk pada bulan Februari tahun 1999 yang ketika itu masih berstatus Kecamatan Pembantu Meureubo , Kecamatan Meureubo  terbentuk secara difinitif mulai tanggal 15 juli 2000. Pemekaran ini didasarkan kepada bekas hulubalang Rantau Panyang, Kuala Meureubo, Reudeueb. Namun kemudian hanya dijadikan dua mukim.
Meureubo termasuk Kecamatan yang unik di Aceh Barat sebab di Kecamatan inilah banyak ditemukan masyarakat Aceh yang berbahasa jamu atau aneuk jamee. Mereka sesungguhnya adalah suku Aceh asli yang pulang meratau dari Minang.

Asal muasal terjadinya sebagai berikut : Pada tahun 1630, Sultan Iskandar Muda sangat giat dalam menaklukan wilayah Sumatera termasuk di Tanah Minang. Setelah beliau menguasai Tanah Minang maka beliau menempatkan seorang Gubernur Militer yang bernama Teuku Laksamana Muda Nanta, Panglima Perang Aceh di Andalas Barat. Setelah Abad XVIII terjadinya revolusi Paderi disana maka keturunan Teuku Laksamana ini merasa tidak nyaman karena adanya Konflik dengan Tokoh Minang seperti Imam Bonjol, Haji Piobang, Haji Miskin dan Haji Damanik. Maka berangkatlah mereka untuk pulang ke Aceh.

Rombongan ini dipimpin Machdum Sakti (garis keturunan Teuku Umar) dan mendaratlah mereka di Rantau Nan Dua Baleh pada masa Sulthan Jamalui. Sebenarnya ada tiga datuk yang terkenal yang menjadi Kepala yaitu :
1.      Datok Machudum Sakti dari Rawa
2.      Datok Radja Agam dari Luhak Agam
3.      Datok Radja Alam  Song Song Buluh dari Sumpu

Orang-orang ini lalu menetap masing-masing menebas hutan membuat negeri dan rombongan itu terbagi menjadi tiga yaitu:
1.      Datok Machudum Sakti bermukim di Meureubau
2.      Datok Radja Agam bermukim di Ranto Pandjang
3.      Datok Radja Alam Song Song bermukim di Buluh di Ujung Kalak dan kawin dengan anak seorang patut jang berpengaruh di Ujung Kalak.


Sejak sebelum Republik Indonesia Merdeka, wilayah pesisir Kaway XVI banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang dari Padang dan Pariaman. Banyak diantara pedagang tersebut akhirnya menetap sambil terus berniaga sehingga lambat laun daerah pesisir ini menjadi ramai sebagai Bandar Perniagaan, pernah tumbuh pesat diwilayah Kemukiman Ranto Panjang, di sana menjadi Bandar Perniagaan untuk Kota Meulaboh (menurut cerita orang-orang tua yang ada diGampong Ranto Panjang).

            Daerah pesisir Kaway XVI terus berkembang pesat sehingga menjadi ramai dan pembagian wilayah-wilayah menjadi gampong antara lain Gampong Meureubo, Ujong Drien, Pasi Pinang, Ujong Tanjong, Langung dan Peunaga.

            Nomenklatur Kecamatan Meureubo dan Ranto Panjang dijadikan wilayah pesisir dan sering dipakai dalam pembagian jadwal-jadwal pelayanan di Kecamatan Kaway XVI itulah lahir wilayah Meureubo. Adapun nama Meureubo dijadikan kecamatan berawal dari nama Gampong Meureubo, dimana Pusat Kantor kecamatan berdiri di dalam Gampong Meureubo.

            Dari factor alam, Kecamatan Meureubo terletak di daerah tropis yang memilik wilayah pesisir dan sebagian lagi wilayah perbukitan yang memiliki tingkat kesuburanyang baiki, hal ini terlihat dengan tumbuh suburnya perkebunan Karet, Kelapa, Sawit dan Sector Pertanian lainnya seperti sawah tadah hujan dan jenis pertanian lainnya.

            Disamping itu juga, di dalam tanah Kecamatan Meureubo untuk daerah perbukitan dan sekitarnya mengandung bahan mineral berupa batubara.

            Dari factor ekonomi, mayoritas masyarakat di Kecamatan Meureubo bermata pencarian sebagai petani, dan sebagian yang lain berprofesi sebagai nelayan, pedagang dan pegawai negeri sipil.

            Rutinitas pencarian sector  pertanian meliputi kegiatan persawahan (Menanam padi), dan sector perkebunan meliputi kegiatan sebagai petani karet, sawit dan kelapa. Disamping itu juga sebagian masyarakat pesisir melaksanakan ritinitas sebagai nelayan.

            Ditinjau dari bidang social budaya, masyarakat kecamatan Meureubo sekitar 99% menganut agama islam dan sepenuhnya mendukung pelaksanaan Syariat Islam sebagai salah satu Keistimewaan Provinsi Aceh.

            Bahasa Aneuk Jamee dan Bahasa merupakan pengantar sehari-hari yang secara turun-temurun telah menyatu dalam satu budaya yang tidak dapat dipisahkan.

            Masyarakat kecamatan Meureubo umumnya mengkonsumsi beras, sagu, pisang, dan singkong. Seni budaya yang khas antara lain : Pencak Silat, Rapai Saman, dan Seudati serta Tarian Ratep Musekat.

            Dilihat dari segi infrastruktur, Kecamatan Meureubo pada saat ini sedang berjalan proses pembangunan, hal ini dapat dilihat dengan hadirnya Perusahaan tambang batu bara dan penegerian Kampus UTU serta hadirnya beberapa Penguruan Tinggi Swasta lainnya. Selain itu juga dapat dilihat dengan dibangunnya fasilitas Kantor Pemerintah yang berlokasi di Kecamatan Meureubo.

            Dari segi ekonomi, dengan hadirnya Penguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta serta Perusahaan-Perusahaan, dengan sendirinya masyarakat yang berada disekitar tersebut sangat merasakan pengaruh dan manfaatnya bagi kehidupan mereka. Dengan kata lain tingkat pendapatan mereka mengalami peningkatan.

             Dari sektor SDM,masyarakat Kecamatan Meureubo umunya telah mampu baca tulis, dengan kata lain telat mengenyam pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Apabila di Kecamatan Meureubo keberadaan Pesantren atau Dayah-dayah sangat berperan aktif dalam memajukan dunia pendidikan yang berdampak pada peningkatan sektor masyarakat itu sendiri.
           
            Darimana asal usul Meureubo? Nama Meureubo berasal ketika keturunan orang-orang Aceh yang ditugaskan oleh Kesultanan Aceh ke daerah Minang  kembali ke Aceh dan singgah ditempat yang sekarang bernama Meureubo, dan disebut oleh mereka marabou (merupakan bahasa minang yang berarti meraba) yang bermaksud mereka meraba-raba dalam rangka mencari saudara yang tinggal di Aceh. Namun juga ada pendapat yang mengatakan bahwa nama Meureubo berasal dari banyak batang Rabo di daerah tersebut.

            Salah satu kemukiman di Meureubo adalah Rantau Panyang terkenal dengan ketrampilan masyarakat terutama dalam kerajinan tangan seperti pandai emas, namun yang paling terkenal masa itu adalah kemampuan mereka dakam membuat tudung, inilah yang dimaksud dengan “Rantau Panyang Cop Keureudong”

             Sementara masyarakat Ujung Tanjong terkenal dengan kemampuan orasi lisan mereka terutama dalam Dakwah Agama makanya “Ujung Tanjong peugah haba’’

            Meureubo yang berdomisili diseputar Krueng Meureubo dianggap ahli sebagai nelayan makanya mereka dijuluki dengan “Awak Meureubo Jak Meukawe’’ Disamping itu Meureubo karena memiliki akar yang kuat dengan budaya Minang mereka juga terkenal sebagai pusat keagamaan bagi Aceh Barat dan ketrampilan Pencat Silat.

            Sementara itu Peunaga adalah tempat yang indah alamnya karena adanya lagin dan sungai kecil dengan nyiur kelapanya makanya disebut dengan “Jak Meuwet Wet U Peunaga”
           
            Meureubo juga terkenal sebagai pusat orang-orang kaya baik dari bisnis kerajinan emas maupun hasil alam. Yang paling terkenal pada masa barter dulu tahun 1940-50-an adalah H. Dariyah dimana beliau adalah ekportir karet dan hasil bumi lainnya terutama dengan Pulau Pinang, Malaysia. Hubungan Pulau Pinang dengan Meulaboh akan kita bahas dalam judul Pasar Aceh
            H. Dariyah adalah pengusaha yang sukses dan pada masa itu beliau sudah memiliki telepon rumah, beliau yang lebih dikenal dengan Gedung Kuning bagaikan kastel dan bentuk arsitektur rumah-rumah yang ada di Pulau Pinang. Dirumah yang luas itu juga ditanam rambutan yang manis rasanya, beliau juga memiliki perkebunan karet serta rumanya dihiasi dengan barang barang dari tanah Melayu dan Singapura.
           




                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar